Asal usul sunan Kalijaga atau Raden Said kisah sunan Kalijaga di tanah Jawa

Asal Usul Sunan Kalijaga Atau Raden Said
Kisah Sunan Kalijaga Di Tanah Jawa

Bismillah,


Asal usul sunan Kalijaga

Nama asli dari sunan Kalijaga adalah Raden Said.
putra Adipati Tuban Tumenggung Wilatikta, yang sering dijuluki Raden Sahur, walau beliau termasuk keturunan  Ranggalawe  yang beragama Hindu tapi Raden Sahur sendiri memeluk agama Islam. Sejak kecil Raden Said sudah diperkenalkan ajaran agama Islam oleh guru agama kadipaten Tuban. Tetapi karena melihat keadaan sekitar atau lingkungan yang berbeda dengan kehidupan rakyat jelata maka jiwa Raden Said berontak.

Rakyat yang pada waktu itu sudah sangat menderita dikarenakan adanya musim kemarau panjang, semakin sengsara, mereka harus membayar pajak yang kadangkala tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Bahkan jauh dari kemampuan mereka seringkali jatah mereka untuk persediaan menghadapi musim panen berikutnya sudah disita para penarik pajak. Raden Said yang mengetahui hal itu pernah mengajukan pertanyaan.

Suatu hari beliau menghadap ayahnya Raden Adipati rakyat tahun ini sudah semakin sengsara karena panen banyak yang gagal kata Raden Said.
mengapa pundak mereka harus dibebani dengan pajak yang mencekik leher mereka. Apakah hati nurani Ayahanda tidak merasa kasihan atas penderitaan mereka. Adipati Wilatikta menatap tajam ke arah Raden Said. Sesaat kemudian ia mengeluarkan suara. Said anakku saat ini pemerintah pusat Majapahit sedang membutuhkan dana yang sangat besar untuk melangsungkan roda pemerintahan. Aku ini hanyalah seorang bawahan sang Prabu, apa dayaku menolak tugas yang dibebankan kepadaku. Bukan hanya kadipaten Tuban yang diwajibkan membayar upeti lebih banyak dari tahun - tahun sebelumnya. Kadipaten lainnya juga mendapat tugas serupa, jawab Raden Said tapi kenapa harus rakyat yang jadi korban.

Walau Raden Said putra seorang bangsawan, beliau lebih menyukai kehidupan yang bebas. yang tidak terikat oleh adat istiadat kebangsawanan. Beliau gemar bergaul dengan rakyat jelata atau  dengan segala lapisan masyarakat. Justru karena pergaulannya yang supel itulah dia banyak mengetahui seluk beluk kehidupan rakyat Tuban. Niat untuk mengurangi penderitaan rakyat sudah disampaikan kepada ayahnya. Tapi agaknya ayahnya tak bisa berbuat banyak. Dia cukup memahaminya posisi ayahnya pun hanya seorang Adipati bawahan Majapahit.
Disaat penjaga gudang tertidur lelap, Raden Said mengambil sebagian hasil bumi yang ditarik dari rakyat untuk disetorkan ke Majapahit. lalu barang yang diambil dari gudang di bagikan ke rakyat. Tentu saja rakyat yang tak tahu apa - apa itu menjadi kaget bercampur senang menerima rezeki itu, sebabnya Raden Said melakukannya di malam hari secara sembunyi - sembunyi.

Bukan hanya rakyat yang terkejut akan rezeki yang seakan turun dari langit itu. Penjaga gudang Kadipaten juga meras kaget, hatinya ketakutan soalnya makin hari barang yang hendak disetorkan ke pusat kerajaan Majapahit itu makin berkurang. Karena perbuatan Raden Said mencuri barang di gudang yang akan disetorkan ke Majapahit akhirnya Raden Said di hukum cambuk dua ratus kali pada tangannya. Dan disekap selama beberapa hari sebagai balasan apa yang sudah dilakukannya. Setelah bebas dari hukuman Raden Said pergi meninggalkan Kadipaten untuk mengembara. Dalam perjalanan pengembaraannya di tengah hutan Raden Said bertemu dengan segerombolan perampok.

Perampok itu mengaku bernama Brandaj Lokajaya alias Raden Said. ternyata ia yang sudah memfitnah dirinya. Mereka bertengkar mulut hingga akhirnya bertarung. dan perampok itu kalah di tangan Raden Said. Beliau akhirnya tinggal di hutan sampai menggantikan peran si perampok dan merampas harta yang kebetulan lewat dihutan itu. Bedaya dengan perampok aslinya kalau hasil rampokan mereka untuk berfoya - foya kalau Raden Said hasil rampokannya dibagikan ke rakyat yang lebih membutuhkannya.

Suatu ketika, melintas seorang laki - laki tua berjubah, Rambut dan jenggotnya sudah memutih. Lelaki itu tak membawa apa - apa kecuali tongkat sebagai penyanggah jika ia berjalan. Namun Raden Said mencegatnya. Orang berjubah itu tampak tenang, tak gentar sedikit pun. Ia menghentikan langkahnya lalu bertanya apa kau menginginkan tongkat ini. Raden Said pun meminta tongkat tersebut karena Raden Said tau kepala tongkat itu ada emasnya. percuma kau menginginkan tongkat ini, jawab si kakek. karena emasnya hanya sekepal tangan. kalau kau ingin yang lebih banyak maka ambilah emas itu kata kakek seraya menuding ke sebuah pohon aren. Dengan penuh keajaiban buah aren pun berubah menjadi emas. Seketika itu Raden Said menjatuhkan tubuh dan bersimpuh dikaki  kakek tadi. lalu Raden Said meminta maaf, lalu Raden Said bertanya siapakah sesungguhnya engkau ini. Orang menyebutku sunan Bonang. jawab kakek tersebut.

Lalu sunan Bonang menyuruh Raden Said menghentikan pekerjaannya menjadi perampok, karena merupakan perbuatan buruk. walaupun harta yang kau dapat dari hasil merampok kau bagikan kepada rakyat jelata. Tetap saja perbuatan itu tidak dibenarkan. Agama tidak mencampur adukkan sesuatu yang hak dan yang batil. Karena itu segeralah bertaubat. ujar sunan Bonang. Akhirnya Raden Said berhenti menjadi perampok dan mulai belajar agama Islam. Lalu beliau memohon kepada sunan Bonang untuk diangkat sebagai murid, tidak mudah menjadi murid ku kata sunan Bonang apakah kau sanggup menanggung syarat - syaratnya. ujar sunan Bonang. Apapun yang kanjeng sunan perintah kepadaku aku siap melakukannya, jawab Raden Said. Karena sunan Bonang hendak menuju Gresik sendirian akhirnya Raden Said disuruh menunggu ditepi sungai, duduklah dengan tenang dan berkonsentrasilah layaknya orang bertapa. korek lah kesalahan yang pernah kau perbuat dan jangan sekali - kali kau meninggalkan tempat ini sebelum aku kembali, demikian pesan sunan Bonang.

Sunan Kalijaga atau Raden Said memulai semedinya, ia duduk bersila di tepi sungai yang tenang. Tiba - tiba dia teringat tentang kisah Ashabul Kahfi yang mana beberapa orang pemuda masuk kedalam gua dan tertidur selama ratusan tahun. Raden Said membaca ayat - ayat pertama Ashabul Kahfi. memohon kepada tuhan. ia tidur terlelap dalam keadaan duduk bersila dan dua tangan menyilang di dada. Tidak satu dua hari atau satu dua bulan namun Raden Said terlena sampai tiga tahun lamanya. Sampai badannya tertutup oleh semak - semak ditepi sungai.

Setelah tiga tahun sunan Bonang melintas ditempat itu dan keadaan berubah tidak seperti dahulu, sunan Bonang pun bingung mencari dimana Raden Said berada. tak lama kemudian ketemulah tempat semedi Raden Said beliau sudah berubah total karena saking lamanya bertapa sehingga banyak tanaman yang menyelimuti badan Raden Said. sunan Bonang membersihkan badan Raden Said dari semak - semak yang menempel di badannya. lalu membaringkan ditempat landai. Raden Said seakan - akan sudah tak bernyawa lagi tubuhnya bagaikan pohon yang sudah mati. Setelah dibersihkan kemudian sunan Bonang membaca do'a Raden Said bangunlah, kata sunan Bonang. akhirnya Raden Said pun bangun dari tidurnya. dan pada akhirnya Raden Said di angkat menjadi sunan dengan julukan Sunan Kalijaga.


Demikian sekilas kisah perjalanan Raden Said atau sunan Kalijaga. Semoga artikel ini dapat menjadi wawasan kita semua tentang bagaimana perjuangan pemimpin kita dahulu. Segala salah dan khilaf mohon maaf yang sebesar - besarnya.

Comments